Teori
Idea
Plato memandang bahwa kehidupan
ideal adalah kehidupan pikir, harmoni adalah idealitas jiwa manusia. Artinya
bahwa akal sebagai dasar, pengendali, pengatur bagi setiap pemahaman. Ia
seorang rasionalis seperti halnya Socrates. Realitas pada dasarnya terbagi ke
dalam realitas yang dapat ditangkap oleh indera (kasat mata) dan realitas yang
hanya dapat dipahami oleh akal. Segala yang nyata dalam alam bersifat mengalir,
dapat hancur, dapat terkikis oleh waktu, karena terbuat dari materi yang dapat
ditangkap oleh indera. Ini dikenal dengan sebutan dunia materi.
Sedangkan ada realitas di balik
dunia materi yang di dalamnya tersimpan pola-pola yang kekal dan abadi tak
terkikis oleh waktu yang dikenal dengan dunia ide. Dunia ide ini hanya dapat
ditangkap oleh akal. Dunia ide inilah dunia yang sebenarnya. Dalam analogi
mitos gua Plato, realitas yang sebenarnya berada di dunia terang di luar gua,
bukan bayang-bayang dinding gua dari benda yang sebenarnya. Fenomena alam
hanyalah bayang-bayang dari bentuk atau ide yang kekal.
Ide
Kebahagiaan
Boleh dikatakan bahwa Plato
memandang akal sebagai sarana untuk menangkap pengetahuan mengenai segala
sesuatu idea dalam realitas, seperti ide kebaikan, ide kebahagiaan dan ide
keadilan. Ide kebaikan tertinggi manusia adalah kebahagiaan sejati. Kebahagiaan
yang bersifat absolut, abadi dan kekal, bukan kesenangan karena kesenangan
hanyalah sekadar memuaskan nafsu badaniah semata. Lalu dari mana kebahagiaan
terbentuk?
Dalam konsep Plato, dibandingkan
dengan makhluk lain, manusia mempunyai esensi atau bentuk yang tidak sederhana,
akan tetapi manusia tersusun dari beberapa elemen yang mengimbangi berbagai
kapasitas atau fungsi lainnya. Kemampuan untuk berpikir merupakan kapasitas dan
fungsi yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Elemen
akal ini merupakan hal yang paling penting. Elemen lainnya terdiri dari nafsu badaniah, yakni hasrat dan kebutuhan dan elemen rohani yang terungkap dalam bentuk emosi,
seperti kemarahan, ambisi, kebanggaan, kehormatan, kesetiaan, dan keberanian.
Ketiga elemen tersebut
yang terdiri dari akal, rohaniah dan nafsu badaniah disebut dengan jiwa
tripartit. Rasa kebahagiaan manusia sebagai kebaikan tertinggi
bersumber dari sifat-sifat alaminya yang berfungsi sebagai penyeimbang dari pemenuhan
kebutuhan ketiga elemen yang membentuk manusia. Oleh karena itu, karena
memiliki jiwa tripartit inilah maka kebaikan tertinggi bagi manusia adalah rasa
tenteram atau kebahagiaan. Kebahagiaan didapat dari
tiga pemenuhan tiga bagian jiwa di bawah aturan dan kendali akal. Dari
ketiga elemen tersebut penggunaan akal sebagai sarana berpikir adalah yang
paling penting dalam esensinya sebagai manusia. Dalam hierarki berada pada
tingkat tertinggi. Nafsu badaniah berada pada tingkatan paling rendah, sedangkan
elemen rohaniah berada pada tingkatan menengah. Inilah yang dikenal sebagai
teori diri atau kepribadian tripartit milik Plato.
Harmoni
Tripartit
Dengan demikian dari ketiga elemen
tidaklah boleh dihilangkan atau diabaikan salah satunya dalam mencapai kebahagiaan.
Harmoni atau keseimbangan pemenuhan di antaranya dengan akal sebagai pengarah
rohani dan nafsu maka seseorang bisa memuaskan sifat alami manusia yang
kompleks. Dan jika setiap elemen mampu berfungsi dalam kapasitas dan perannya
masing-masing sesuai dengan bangunan diri, maka kehidupan orang seperti ini
bisa dikatakan bijak dan mengalami keadilan jiwa. Penggabungan kepribadiannya
menjadi ketenteraman dan kebahagiaan. Keharmonian di antara elemen rasional dan
tak rasional jiwa inilah yang harus dipahami, karena berkaitan dengan sikap
moral, moralitas seseorang.
Sebagai gambaran misalkan ketika
fungsi-fungsi akal terpenuhi sebagai pengendali elemen jiwa lain, maka akal
akan menampilkan kebajikannya, yakni dalam bentuk kebijaksanaan. Pada saat
elemen roh menunjukkan fungsi kebencian, ambisi, maupun heroiknya dalam
batas-batas tertentu, maka elemen ini menunjukkan bentuk keberanian. Berani
dalam cinta, perang, maupun dalam persaingan. Elemen nafsu yang menampilkan
fungsinya secara benar, maka akan menunjukkan kebajikan karakternya, yakni
kendali diri. Yakni dengan menjaga kepuasan jasmaniah pada batas-batasnya.
Keseimbangan ketiga karakter kebajikan tersebutlah yang mampu mengantar pada
ide kebahagiaan.
Plato menganalogikan dengan jelas
tentang fungsi dan peran ketiga elemen dengan analogi lain. Misalkan elemen akal adalah manusia, elemen roh adalah singa, dan elemen nafsu badaniah adalah naga berkepala banyak.
Yang menjadi masalah adalah bagaimana cara membujuk
singa agar membantu manusia menjaga naga hingga tetap dapat diawasi?
Tentu saja dengan peran sebagai ‘pawang’ manusia harus mampu menjaga harmoni
serta mengendalikan singa dan naga. (Mat/dari berbagai sumber)*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar